Lokasi: Riau
Asal nama: Muara Takus (nama desa tempat candi ini berada)
Luas tanah/kompleks: 5.476 m2
Selain Candi Muara Jambi, candi terkenal lainnya dari daerah Sumatera adalah
Candi Muara Takus. Kompleks candi yang terlihat megah sampai sekarang ini
terletak di desa Muara Takus, Kecamatan Koto Kampar berjarak kurang lebih 135
km dari kota Pekanbaru.
Jarak antara kompleks candi ini
dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 km dan tidak jauh dari pinggir sungai
Kampar Kanan.
Candi Muara Takus adalah candi tertua di Sumatera yang terbuat dari tanah liat,
tanah pasir, dan batu bata sementara candi yang ada di Jawa terbuat dari batu
andesit yang diambil dari pegunungan. Bahan pembuat candi ini, khususnya tanah
liat, diambil dari desa Pongkai yang terletak kurang lebih 6 km di sebelah
hilir kompleks Candi Muara Takus.
Nama Pongkai berasal dari bahasa Cina Pong berati
lubang dan Kai berarti tanah, maksudnya adalah lubang tanah yang diakibatkan
oleh penggalian untuk pembuatan candi Muara Takus tersebut. Bekas lubang galian
sekarang tidak dapat kita temukan lagi karena sudah tenggelam oleh genangan
waduk PLTA Koto Panjang.
Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan
Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir,
batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan
ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks
candi.
Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai
tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi,
dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum
pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara
bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.
Selain dari Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka, di dalam
kompleks candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat
pembakaran tulang manusia.
Di luar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan
(bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis
bangunannya. Di kompleks candi Muara Takus sendiri terdapat dua candi yang
memiliki patung singa, yaitu Candi Sulung dan Candi Mahligai.
Di Candi Sulung,
arca singa ditemukan di depan candi atau di tangga masuk candi tersebut. Di
Candi Mahligai, arca singa ditemukan di keempat sudut pondasinya. Penempatan
patung singa ini berdasarkan konsep dari kebudayaan India yang dimaksudkan
untuk menjaga bangunan suci dari pengaruh jahat karena singa merupakan symbol
dari kekuatan terang/baik.
Kompleks Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk
candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhistis ini merupakan bukti pernahnya
agama Buddha berkembang di kawasan ini.
Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar dengan sebuah
bentukan menara yang sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil
batu pasir kuning.
Halaman candi ini berbentuk bujur sangkar (persegi) yang
dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter yang terbuat dari batu putih dengan
tinggi tembok ± 80 cm. Di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5
x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir sungai Kampar
Kanan.
Di dalam kompleks ini terdapat bangunan Candi Tua, Candi Bungsu,
Mahligai Stupa serta Palangka. Di luar kompleks ini terdapat pula
bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat
dipastikan jenis bangunannya.
Kompleks Candi Muara Takus, merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang
berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa
agama Buddha pernah berkembang di kawasan ini. Bangunan candi yang terdapat di
kompleks Candi Muara Takus antara lain :
1. Candi Mahligai: candi yang dianggap paling utuh. Bangunan ini terbagi atas
tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Stupa ini memiliki pondasi berdenah
persegi panjang dan berukuran 9,44 m x 10,6 m, serta memiliki 28 sisi yang
mengelilingi alas candi dengan pintu masuk berada di sebelah Selatan.
Pada
bagian alas tersebut terdapat ornamen lotus ganda, dan di bagian tengahnya
berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi berbentuk kelopak bunga pada
bagian dasarnya.
Bagian atas dari bangunan ini berbentuk lingkaran. Dahulu
menurut DR. FM Snitger, pada keempat sudut pondasi terdapat 4 arca singa dalam
posisi duduk yang terbuat dari batu andesit. Selain itu, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Yzerman, dahulu bagian puncak menara terdapat batu dengan
lukisan daun oval dan relief-relief sekelilingnya.
Bangunan ini diduga
mengalami dua tahap pembangunan. Dugaan in didasarkan pada kenyataan bahwa di
dalam kaki bangunan yang sekarang terdapat profil kaki bangunan lama sebelum
bangunan diperbesar.
2. Candi Sulung (Tua): yaitu candi terbesar di antara bangunan lainnya di
kompleks Candi Muara Takus. Bangunan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
kaki, badan, dan atap. Bagian kaki terbagi dua. Ukuran kaki pertama tingginya
2,37 m sedangkan yang kedua mempunyai ketinggian 1,98 m.
Tangga masuk terdapat
di sisi Barat dan sisi Timur yang didekorasi dengan arca singa. Lebar
masing-masing tangga 3,08 m dan 4 m. Dilihat dari sisa bangunan bagian dasar
mempunyai bentuk lingkaran dengan garis tengah ± 7 m dan tinggi 2,50 m. Ukuran
pondasi bangunan candi ini adalah 31,65 m x 20,20 m.
Pondasi candi ini memiliki
36 sisi yang mengelilingi bagian dasar. Bagian atas dari bangunan ini adalah bundaran.
Tidak ada ruang kosong sama sekali di bagian dalam Candi Sulung. Bangunan
terbuat dari susunan bata dengan tambahan batu pasir yang hanya digunakan untuk
membuat sudut-sudut bangunan, pilaster-pilaster, dan pelipit-pelipit pembatas
perbingkaian bawah kaki candi dengan tubuh kaki serta pembatas tubuh kaki
dengan perbingkaian atas kaki.
Berdasarkan penelitian tahun 1983 diketahui
bahwa candi ini paling tidak telah mengalami dua tahap pembangunan. Indikasi
mengenai hal ini dapat dilihat dari adanya profil bangunan yang tertutup oleh
dinding lain yang bentuk profilnya berbeda.
3. Candi Bungsu: bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung. Hanya saja pada
bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat Candi Mahligai
dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah Timur terdapat stupa-stupa kecil
serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu putih. Bagian pondasi
bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang di atasnya.
Pada bidang
tersebut terdapat teratai. Penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, berhasil
menemukan sebuah lubang di pinggiran padmasana stupa yang di dalamnya terdapat
tanah dan abu. Dalam tanah tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan
satu keping lagi terdapat di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar
tricula dan tiga huruf Nagari.
Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi
yang pada sisi bawahnya ternyata digores dengan gambar tricula dan sembilan
buah huruf. Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan yang
digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian Utara terbuat dari batu pasir,
sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas antara kedua
bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat dari batu pasir.
Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat dari batu pasir telah
selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian bangunan yang terbuat dari bata.
4. Candi Palangka: terletak di sisi Timur stupa mahligai dengan ukuran tubuh
candi 5,10 m x 5,7 m dengan tinggi sekitar dua meter. Candi ini terbuat dari
batu bata, dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke arah utara.
Candi Palangka pada masa lampau diduga
digunakan sebagai altar.
Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci
agama Budha yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha
adalah stupa.
Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir
merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan
bata atau timbunan dan diberi puncak meru.
Stupa adalah ciri khas bangunan suci
agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan
di dunia Budhisme lainnya.
Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan.
2. Stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai
bangunan lengkap.
3. Stupa yang menjadi pelengkap kelompok selaku candi perwara.
Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan di kompleks Candi
Muara Takus menduduki fungsi yang kedua, yaitu stupa yang berdiri sendiri atau
berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap.
Arsitektur bangunan stupa Candi Muara Takus sendiri sangatlah unik karena tidak
ditemukan di tempat lain di Indonesia.
Bentuk candi ini memiliki kesamaan
dengan stupa Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di
India pada periode Ashoka, yaitu stupa yang memiliki ornamen sebuah roda dan
kepala singa, hampir sama dengan arca yang ditemukan di kompleks Candi Muara
Takus.
Patung singa sendiri secara filosofis merupakan unsur hiasan candi yang
melambangkan aspek baik yang dapat mengalahkan aspek jahat atau aspek ‘terang’
yang dapat mengalahkan aspek ‘jahat’.
Dalam ajaran agama Budha motif hiasan
singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Budha, hal ini terlihat dari
julukan yang diberikan kepada sang Budha sebagai ‘singa dari keluarga Sakya’.
Serta ajaran yang disampaikan oleh sang Budha juga diibaratkan sebagai ‘suara’
(simhanada) yang terdengar keras di seluruh penjuru mata angin.
Dalam naskah Silpa Prakasa dituliskan bahwa terdapat empat tipe singa yang
dianggap baik, antara lain :
1. Udyatā: singa yang digambarkan di atas kedua kaki belakang, badannya dalam
posisi membalik dan melihat ke belakang. Sikap ini disebut simhavalokana.
2. Jāgrata: singa yang digambarkan dengan wajah yang sangat buas (mattarūpina).
Ia bersikap duduk dengan cakarnya diangkat ke atas. Sering disebut khummana
simha.
3. Udyatā: singa yang digambarkan dalam sikap duduk dengan kaki belakang dan
biasanya ditempatkan di atas suatu tempat yang tinggi. Terkenal dengan sebutan
jhmpa-simha.
4. Gajakrānta: singa yang digambarkan duduk dengan ketiga kakinya di atas raja
gajah. Satu kaki depannya diangkat di depan dada seolah-olah siap untuk
menerkam. Singa ini disebut simha kunjara.
Di kompleks Candi Muara Takus sendiri terdapat dua candi yang memiliki patung
singa, yaitu Candi Sulung dan Candi Mahligai. Di Candi Sulung arca singa
ditemukan di depan candi atau di tangga masuk candi tersebut. Di Candi Mahligai
arca singa ditemukan di keempat sudut pondasinya. Penempatan patung singa ini,
berdasarkan konsep yang berasal dari kebudayaan India, dimaksudkan untuk
menjaga bangunan suci dari pengaruh jahat karena singa merupakan simbol dari
kekuatan terang atau baik.
Berdasarkan penelitian R.D.M. Verbeck dan E. Th. van Delden diduga bahwa
bangunan Candi Muara Takus dahulunya merupakan bangunan Buddhis yang terdiri
dari biara dan beberapa candi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar