Lokasi: Malang
Asal nama: Jajaghu
Tinggi candi: 9,97 m
Luas candi induk: 331,94 m2
Tahun pembuatan: Abad 13 M
Peninggalan: Kerajaan Kertanagara
Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu", didirikan pada masa Kerajaan
Singhasari di abad ke-13. Berlokasi di Kecamatan
Tumpang, Kabupaten Malang, atau sekitar 22 km dari Kota Malang. Candi ini cukup
unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat
karena tersambar petir.
Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat
ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan
batu andesit.
Pada candi inilah Adityawarman kemudian menempatkan Arca Manjusri seperti yang
disebut pada Prasasti Manjusri. Sekarang Arca ini tersimpan di Museum Nasional
dengan nomor inventaris D. 214.
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Keseluruhannya
memiliki panjang 23,71 m, lebar 14 m, dan tinggi 9,97 m. Bangunan Candi Jago
nampak sudah tidak utuh lagi; yang tertinggal pada Candi Jago hanyalah bagian
kaki dan sebagian kecil badan candi.
Badan candi disangga oleh tiga buah teras.
Bagian depan teras menjorok dan badan candi terletak di bagian teras ke tiga.
Atap dan sebagian badan candi telah terbuka.
Secara pasti bentuk atap belum
diketahui, namun ada dugaan bahwa bentuk atap Candi Jago menyerupai Meru atau
Pagoda.
Pada dinding luar kaki candi dipahatkan relief-relief cerita Kresnayana,
Parthayana, Arjunawiwaha, Kunjarakharna, Anglingdharma, serta cerita fabel.
Untuk mengikuti urutan cerita relief Candi Jago kita berjalan mengelilingi
candi searah putaran jarum jam (pradaksiana).
Pada sudut kiri candi (barat laut) terlukis awal cerita binatang seperti halnya
cerita Tantri. Cerita ini terdiri dari beberapa panel. Sedangkan pada dinding
depan candi terdapat fabel, yaitu kura-kura.
Ada dua kura-kura yang
diterbangkan oleh seekor angsa dengan cara kura-kura tadi menggigit setangkai
kayu. Di tengah perjalanan kura-kura ditertawakan oleh segerombolan serigala.
Mereka mendengar dan kura-kura membalas dengan kata-kata (berucap), sehingga
terbukalah mulutnya. Ia terjatuh karena terlepas dari gigitan kayunya.
Kura-kura menjadi makanan serigala.
Maknanya kurang lebih memberikan nasihat, janganlah
mundur dalam usaha atau pekerjaan hanya karena hinaan orang.
Pada sudut timur laut terdapat rangkaian cerita Buddha yang meriwayatkan Yaksa
Kunjarakarna. Ia pergi kepada dewa tertinggi, yaitu Sang Wairocana untuk
mempelajari ajaran Buddha.
Beberapa hiasan dan relief pada kaki candi berupa cerita Kunjarakarna. Cerita
ini bersifat dedaktif dalam kepercayaan Buddha, antara lain dikisahkan tentang
raksasa Kunjarakarna ingin menjelma menjadi manusia.
Ia menghadap Wairocana dan
menyampaikan maksudnya. Setelah diberi nasihat dan patuh pada ajaran Buddha,
akhirnya keinginan raksasa terkabul.
Pada teras ketiga terdapat cerita Arjunawiwaha yang meriwayatkan perkawinan
Arjuna dengan Dewi Suprabha sebagai hadiah dari Bhatara Guru setelah Arjuna
mengalahkan raksasa Niwatakawaca.
Hiasan pada badan Candi Jago tidak sebanyak pada kakinya. Yang terlihat pada
badan adalah relief adegan Kalayawana, yang ada hubungannya dengan cerita
Kresnayana.
Relief ini berkisah tentang peperangan antara raja Kalayawana
dengan Kresna. Sedangkan pada bagian atap candi yang dikirakan dulu dibuat dari
atap kayu/ijuk, sekarang sudah tidak ada bekasnya.
Candi ini mula-mula didirikan atas perintah raja Kertanagara untuk menghormati
ayahandanya, raja Wisnuwardhana, yang mangkat pada tahun 1268. Dan kemudian
Adityawarman mendirikan candi tambahan dan menempatkan Arca Manjusri.
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Jago
Posted by Iwan Santoso at 10:59
Labels: Candi-
candi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar